SELAMAT DATANG DI BLOG PENYULUHAN D5 2014 DAN SEMOGA BERMANFAAT

Rabu, 21 Mei 2014

Minggu, 18 Mei 2014

Limbah Kelapa Sawit Sebagai Pengganti Bahan Pakan Pada Sapi Pedaging



Permasalahan utama dalam pengembangan produksi ternak ruminansia seperti kerbau, sapi, kambing dan domba di Indonesia salah satunya adalah sulitnya memenuhi ketersediaan pakan secara berkesinambungan baik mutu maupun jumlahnya. Hal ini berakibat kurang berkembangnya produktifitas ternak ruminansia di Indonesia. (Hasnudi, 2006). Keberhasilan pengembangan peternakan sangat ditentukan oleh penyediaan pakan ternak. (Djaenudin et al. 1996)
Lahan yang luas di Indonesia mempunyai potensi yang besar dalam pengembangan peternakan ruminansia ditambah dengan luasnya lahan perkebunan kelapa sawit yang dapat menghasilkan limbah kelapa sawit dan hasil  samping industri kelapa sawit. Penggunaan limbah kelapa sawit dan hasil samping industri kelapa sawit tersebut sebagai pakan alternatif untuk meningkatkan pertumbuhan ternak ruminansia, disamping menambah keragaman dalam persediaan pakan dan juga dapat mengurangi pencemaran lingkungan. Hasil samping industri kelapa sawit terdiri atas lumpur sawit (sludge), serabut sawit dan bungkil inti sawit sedangkan limbah kelapa sawit adalah daun pelepah kelapa. (Hasnudi, 2006)
Lumpur sawit sebagai bahan pakan ruminansia belum lazim digunakan. Padahal, bahan ini dihasilkan dalam jumlah cukup banyak. Karena didalam proses pembuatan minyak sawit dihasilkan lumpur sawit sebanyak 2% dari minyak yang dihasilkan, maka ini berarti bahwa jumlah lumpur sawit kering yang dihasilkan adalah sekitar 18 – 20 ton/hari/pabrik (Utomo dkk. 1999). Akan tetapi, lumpur sawit sering dianggap sebagai sumber polusi karena tidak digunakan. Disamping itu juga dilaporkan adanya peningkatan daya cema bahan kering dan daya cema protein yang diukur secara in vitro. (Sinurat, 2001)

1.      Lumpur Sawit
      Lumpur sawit merupakan limbah yang dihasilkan dalam proses pemerasan buah sawit untuk menghasilkan minyak sawit kasar atau crude palm oil (CPO). Pada saat ini lumpur sawit dihasilkan dengan dua cara, tergantung mesin peralatan yang dipakai yaitu dengan slurry separator atau dengan decanter. Sistem decanter akan menghasilkan lumpur sawit yang agak padat (meskipun masih mengandung air yang tinggi, sekitar 70−80%). Lumpur yang dihasilkan dengan slurry separator bentuknya encer sekali, sehingga biasanya dialirkan dan ditampung di kolam pembuangan. Sifat fisik yang demikian ini menimbulkan masalah dalam pengangkutan lumpur sawit. Jumlah produksi lumpur sawit sangat tergantung dari jumlah buah sawit yang diolah. (Zain, 2007). Pembagian limbah dalam pengolahan kelapa sawit disajikan pada gambar 1.
 

Gambar 1. Bagan proses pengolahan kelapa sawit dan perkiraan proporsi terhadap tandan buah segar.

Menurut Devendra (1978), lumpur sawit (setara kering) akan dihasilkan sebanyak 2% dari tandan buah segar atau sekitar 10% dari minyak sawit kasar yang dihasilkan.
2.      Kandungan Nutrisi Limbah Sawit
Berikut disajikan perbandingan kangdungan nutrisi antara lumpur sawit dan dedak padi pada tabel 1.
Zat Nutrien
Lumpur Sawit
Dedak Padi
Bahan kering (%)
94.00
87.70
Protein kasar (%)
13.25
13.00
Lemak kasar (%)
13.00
8.64
Serat kasar (%)
16.00
13.90
BETN (%)
39.55
50.86
TDN (%)
79.00
70.00
EM (Kkal / Kg)
2840
2670

3.      Pengolahan Lumpur Sawit
      Salah satu usaha yang dilakukan di Balai Penelitian Ternak untuk meningkatkan penggunaan limbah sawit adalah teknologi fermentasi. Prinsip dari teknologi fermentasi ini adalah membiakkan mikroorganisme terpilih pada media lumpur sawit dengan kondisi tertentu sehingga mikroorganisme dapat berkembang dan merubah komposisi kimia media tersebut menjadi bernilai gizi lebih baik. Pada beberapa penelitian yang sudah dilakukan di Balai Penelitian Ternak, fermentasi dilakukan dengan menggunakan Aspergillus niger karena lebih mudah tumbuh pada media lumpur sawit dan nilai gizi hasil fermentasi dianggap cukup baik. Teknik fermentasi ini sudah dilaporkan oleh Pasaribu et al. (1998) dalam Sinurat (2001) dan rangkaian prosesnya seperti disajikan dalam skema berikut.
 

4.      Manfaat Lumpur Sawit
      Manfaat yang dapat diketahui dari penjelasan Utomo (2004) pemberian lumpur sawit yang dicampur dengan bungkil inti sawit dengan perbandingan 50:50 adalah yang terbaik untuk pertumbuhan sapi. Sapi droughtmaster yang digembalakan di padang penggembalaan rumput Brachiaria decumbens hanya mencapai pertumbuhan 0,25 kg/ekor/hari, tetapi dengan penambahan lumpur sawit yang dicampur dengan bungkil inti sawit, mampu mencapai 0,81 kg/ekor/hari. Manfaat lain dikemukakan dari hasil penelitian Bintang dkk. (2000) menunjukkan bahwa proses fermentasi ternyata dapat meningkatkan nilai gizi lumpur sawit, seperti meningkatnya daya cerna bahan kering, energi metabolis dan daya cerna protein, seperti disajikan pada Tabel 2.
Uraian
Lumpur Sawit
Lumur Sawit Terfermentasi
Daya cerna BK (%)
38,4
42,5
Daya cerna protein (%)
11,0
30,3
Energi metabolis, Kkal/Kg
1593
1717

Limbah kelapa sawit berupa lumpur sawit berpotensi sebagai sumber nutrisi untuk ternak karena mengandung protein kasar 13,25% dan energi 2840 Kkal/ Kg, ketersediaannya melimpah, berkelanjutan, dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. Pemanfaatan solid sebagai pakan tambahan dipengaruhi oleh sistem produksi, dan menguntungkan pada pemeliharaan dengan orientasi komersial (penggemukan).
      Ketersediaan lumpur sawit di Kalimantan Barat dapat memenuhi kebutuhan bagi 150.000 ekor sapi/hari apabila perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Barat sudah berproduksi semua. Peran aktif pemerintah daerah dan atau industri pengolah minyak kelapa sawit sangat diperlukan untuk memasyarakatkan pemanfaatan lumpur sawit secara lebih luas.



DAFTAR PUSTAKA

Bintang, I.A.K., A.P. Sinurat, dan T. Pasaribu. 2000. Nilai Gizi Lumpur Kelapa Sawit Hasil Fermentasi Pada Berbagai Proses Inkubasi. JITV 5(1): 7−11.
Devendra, C. 1978. The Utilization Of Feedingstuffs From The Oil Palm Plant. Proc. Symp. On Feedingstuffs For Livestock In South East Asia, 17-19 October 1977. Kuala Lumpur. pp. 116-131.
Djaenudin, D., H. Subagio, dan S. Karama. 1996. Kesesuaian Lahan untuk Pengembangan Peternakan di Beberapa Propinsi di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner, Cisarua 7−8 November 1995. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. 165−174.
Pasaribu, T., A.P. Sinurat, T. Purwadaria, Supriyati Dan H. Hamid. 1998. Peningkatan Nilai Gizi Lumpur Sawit Melalui Proses Fermentasi: Pengaruh Jenis Kapang, Suhu Dan Lama Proses Enzimatis. JITV 3 (4): 237−242.
Sinurat P. A., dkk. 2001. Pemanfaatan Lumpur Sawit Untuk Ransum Ruminansia: 3. Penggunaan Produk Fermentasi Lumpur Sawit Sebelum Dan Setelah Dikeringkan Dalam Ransum Ayam Pedaging.  Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. 6(2):107-112.
Sinurat P. A., dkk. 2001. Pemanfaatan Lumpur Sawit Untuk Ransum Ruminansia: 4. Penggunaan Produk Fermentasi Lumpur Sawit Sebelum Dan Setelah Dikeringkan Dalam Ransum Ayam Pedaging Sedang Tumbuh. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. 6(4): 274-280.
Utomo, B.N. dkk. 1999. Laporan Akhir Pengkajian Pengembangan Ternak Potong pada Sistem Usaha Tani Kelapa Sawit. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Palangkaraya, Palangkaraya.
Utomo, bambang. N. Dan Ermin, W. 2004. Limbah Padat Pengolahan Minyak Sawit Sebagai Sumber Nutrisi Ternak Ruminansia. Jurnal Litbang Pertanian. 23 (1) : 22-29
Zain, m. 2007. Optimalisasi Penggunaan Serat Sawit Sebagai Pakan Serat Alternatif Dengan Suplementasi Daun Ubi Kayu Dalam Ransum Ruminansia. J.Indon.Trop.Anim.Agric. 32 (2) : 100 - 106